Dipublish pada 2025-03-22 07:14:31, ditulis oleh Mozayanah
PULANG (Chapter One) *
* Penulis Terpilih Parade Fiksi-4 Pena Baswara Makassar. Cerpen ini pernah dibukukan dengan judul "The Travel". Diterbitkan oleh CV. Cipta Pena Baswara Pena Baswara Publisher 2025
"Bersiap-siaplah seolah-olah kau lebih cepat pulang menghadap Sang Pencipta.”
14 tahun lamanya remaja yang memiliki badan ramping dan muka bulat itu mengakhiri mengobatannya di Amerika. Dia diserang penyakit yang sangat serius di bagian kepala sehingga memerlukan pengobatan yang sangat panjang di luar negeri. dan kini dia kembali ke Tanah Air dengan ditemani seorang bibi yang biasa dipanggil ‘Ati’. Kepergian yang selalu dicemaskan dan kedatangan yang selalu dinantikan orang tuanya, malah menjadi kecewa. Gadis yang sekarang berumur 20 tahun itu semakin kental dengan budaya kehidupan orang barat.
Dengan kedatangannya yang tiba-tiba membuat kedua orang tuanya sangat terkejut akan penampilan yang tidak sesuai dengan ajaran agama yang selama ini mereka ajarkan.
Rok mini yang menutupi setengah pahanya, crop top singlet yang hanya membaluti bagian atas pusar, dan dengan rambut terurai panjang sampai pinggang itu, membuat kedua orang tuanya menghela napas berat.
Tanpa salam dia memasuki rumah dengan 10 pria yang membawakan barang-barangnya memasuki rumah.
“Nak, udah masuk aja. Kapan sampe?” tanya ibunya yang mendapati gadis itu tengah duduk santai sambil memainkan telepon genggam.
Tidak ada jawaban, bahkan menoleh sedikitpun enggan. Ibunya setengah kaget karena penampilan anaknya, lalu beliau pun memberanikan diri untuk mendekati gadis itu dan bertanya untuk kedua kalinya dengan hati-hati. “Nak, kamu dari bandara sudah berpakaian seperti ini?”
Gadis itu pun hanya mengangkat satu alisnya sebagai jawaban dan pandangan tetap fokus ke telepon genggam.
Ibunya pun hanya mengelus dada—sabar—lalu pergi ke dapur menyiapkan makanan untuk anak gadisnya.
Tak perlu waktu lama, sang ibu pun datang dengan senampan makanan dan air putih. “Nak, makan dulu ya,” ajaknya sambil menyodorkan makanan kesukaan anak gadisnya itu.
“Gak. Gak perlu. Gue udah delivery,” jawabnya enteng.
Sang ibu tersentak karena sikap anaknya tersebut membuat tampungan air matanya meluap begitu saja. Ia pun mengusap air mata yang mengalir ke pipi nan mulai berkeriput itu. Lalu ia pun berbalik badan dan pergi meninggalkan anaknya karena tak kuat menahan tangis. Selain kecewa dengan penampilannya, beliau pun kecewa dengan sikap sang anak yang sangat berubah drastis.
Tidak lama setelahnya anak gadis itu memanggil, “Bu, mau air putih dingin aja,” pinta gadis itu. Permintaan yang sederhana itu merupakan suatu kebanggan bagi ibunya yang sekian lama sudah berpisah sangat lama dengan anaknya.
Seorang pria paruh baya yang biasa dipanggil “Bapak” menyadari keberadaan seorang gadis kecil yang sangat ia rindukan kehadirannya. Namun, gadis kecil yang sekarang beranjak dewasa itu tidak menghiraukan keberadaanya. Ia malah asyik memainkan telepon genggamnya tanpa menyadari ada sepasang mata yang tengah memperhatikan dengan perasaan rindu yang terpancar jelas dari kedua bola matanya.
Ketika ia hendak mengambil segelas air putih, sang bapak pun mendekatinya dan menanyakan hal yang serupa seperti yang dilakukan ibunya. “Nak, udah datang kok gak kasih kabar?” tanya sang bapak. Hanya lirikan tanpa kata yang dilakukan anaknya.
Lalu Bapak pun melangkah lebih dekat lagi “Astagfirullah, Nak. Meskipun di rumah, setidaknya penampilanmu ini diubah,” tegur Bapak mengingatkan. “Maksud?” ujar gadis itu mengerutkan keningnya tak paham.
“Nak, meskipun di rumah, yang namanya menutup aurat itu harus. Takut tiba-tiba ada tamu laki-laki gimana? Kan auratnya keliatan.” Bapak pun menjelaskan dengan tenang.
Amarah mulai memuncak, gadis itu pun membentak karena tak terima dengan nasihat sang bapak. “Oh, maksud Bapak, baju gue itu gak layak pake? Iya? Gue udah bukan anak kecil lagi, ya! Gue tau apa yang harus gue pake dan enggak. Lagi pula, kalo mau ceramah, pergi sana, ke masjid,” bentaknya kasar.
Bapak pun hanya bisa tertunduk sabar tanpa tahu harus membalas apa. Ia masih terkejut dengan perilakuan anaknya yang sangat berubah drastis, tidak seperti gadis kecil yang dulu ia kenal.
“Nak, kamu punya kerudung?” tanya Bapak hati-hati.
“Yaelah, pake nanya hal yang gak penting! Jelas-jelas gue gak betah dan gak bakal pake kain kusut itu
(kerudung),” jawabnya meninggikan suara.
Refleks Bapak mengangkat satu tangannya hendak menampar pipi anaknya yang sudah kurang ajar itu.
“Mau nampar, hah? Tampar, Pak! Tampar aja!” titahnya penuh emosi.
Ibu yang hendak mengantarkan air putih dingin permintaan sang anak pun melihat semua kejadian yang sedang terjadi. Ia tak menyangka jika anaknya berani membentak sang bapak. Ibu pun spontan melangkah cepat menghampiri anak dan suaminya itu. “Astagfirullah, Bapak mau ngapain?” Ibu terkejut ketika ia melihat tangan sang suami sedang terangkat.
Bapak pun perlahan menurunkan tangannya dan hanya diam bergeming dengan tangan yang mengepal emosi. Tak sampai hati sang bapak untuk benar-benar menampar anak gadis yang sangat ia sayangi.
Keduanya pun menoleh ketika mendapati suara yang tak asing itu, “Ada apa ini?” tanya Ibu khawatir.
Anak itu pun pergi meninggalkan kedua orang tuanya tanpa menjelaskan apa yang telah terjadi.
“Pak, kenapa?” tanya Ibu bingung.
Tanpa disadari oleh sang bapak, air mata yang sudah ia tahan habis-habisan itu mulai bercucuran.
“Bapak kenapa? Kok nangis?” panik Ibu.
“Ini salah Bapak, Bu. Bapak kurang dalam mendidik anak kita,” jawab Bapak merasa gagal. Setelah itu, Bapak pun menyusuli anak gadisnya meninggalkan sang istri seorang diri.
Ibu mematung memikirkan perkataan sang suami yang barusan dilontarkan. Ibu merasakan hal yang sama seperti Bapak. Ia merasa gagal menjadi seorang ibu ketika melihat keadaan putrinya sekarang.